Mindset keuangan, seberapa penting sih?

Dulu saya berpikir, masalah keuangan hanya ada dua yaitu literasi keuangan yang rendah (tidak tahu cara mengatur uang) dan inklusi terbatas (keterbatasan akses produk-produk keuangan).

Setelah saya mempelajari lebih lanjut, saya menyadari ternyata mindset keuangan adalah pembeda antara orang rezekinya ngalir atau rezeki mampet.

 

Mindset Keuangan Salah = Rezeki Sulit

Pernah enggak sih, kamu merasa sudah kerja keras sampai banting tulang, tapi kok ya uang tetap aja susah, rezeki seret dan penghasilan rasanya mentok di situ-situ aja? Seperti ada tembok tak kasat mata yang menghalangi.

Tembok tak kasat mata tersebut adalah mindset keuangan yang salah.

Banyak orang Indonesia merasa cari uang itu susah, karena mindsetnya salah.

Mindset keuangan adalah kumpulan keyakinan, sikap dan kebiasaan yang kita miliki tentang uang.

Mindset keuangan ibarat “cetak biru” atau “blueprint” dalam pikiran bawah sadar,  yang memengaruhi perilaku keuangan kita (mencari uang, mengelola uang, membelanjakan uang, menabung dan menginvestasikan uang).

 

Apa yang akan terjadi jika mindsetnya salah?

Jika mindsetnya salah, maka akibatnya rezekinya sulit.

Contoh ada orang yang berpikir:

“Sayang ah berdonasi, nanti uangnya berkurang.”

Padahal berdonasi membuat kita bersyukur, merasa lebih bahagia dan tidak melekat dengan uang. Orang yang bisa bersyukur, hidup bahagia dan tidak melekat uang, rezekinya akan mengalir.

 

Menurut Rhonda Byrne (penulis buku The Secret, Hero dan The Magic), pikiran kita seperti magnet 🧲, yang mampu menarik apa pun yang kita pikirkan. Seandainya kamu memikirkan rezeki yang berlimpah, maka magnet akan menarik rezeki yang berlimpah. Begitu pula sebaliknya.

 

Pertanyaan saya: selama ini apa yang kamu pikirkan? Silakan tulis di kolom komentar 💭

Yuk kita bahas 3 mindset keuangan yang benar.

 

Magnet Rezeki 1: Wealth Magnet

Dulunya saya berpikir syarat menjadi orang kaya adalah orang yang pintar, rajin bekerja, tekun, pekerja keras, cermat dan lain sebagainya.

Semua sudah saya coba praktikkan, mencoba belajar lebih banyak, bekerja lebih keras, tetapi hasilnya belum sesuai yang saya harapkan. Sampai suatu ketika saya menemukan, masalah utamanya adalah pikiran.

Saya berusaha MENCARI REZEKI, bukan MENARIK REZEKI.

  • Kalau mencari rezeki, artinya kamu berusaha susah payah mencari pekerjaan, mencari order dan lain sebagainya. Usahanya berasal dari diri kamu, kemudian mencari rezeki di luar.
  • Kalau menarik rezeki artinya kamu sudah menyiapkan diri (pikiran, pengetahuan, keahlian, kenalan dan membangun persepsi), sehingga orang mencari kamu.

 

Mindset Keuangan Mencari Rezeki atau Menarik Rezeki

 

Dari gambar di atas mana yang dimaksud dengan MENGEJAR REZEKI dan MENARIK REZEKI Silakan tulis pendapat kamu di kolom komentar 💭

 

Bagaimana Pikiran Menarik Rezeki?

Apakah kamu berpikir:

  • Utang kok ga lunas-lunas?
  • Udah kerja keras tapi hasilnya segitu-segitu saja?
  • Investasiku kok rugi mulu? Kapan naiknya?

Jika ya, kamu akan menarik apa yang kamu pikirkan. Jangan heran jika utang tidak kunjung lunas, kerja keras tapi hasil ga maksimal dan investasi merugi.

 

Kalau kamu hasilnya rezeki ngalir, utang lunas dan investasi untung, ya mulai dari sekarang kamu mulai merubah pikiranmu. Coba bayangkan, apa yang akan kamu lakukan jika:

  • Utang kamu sudah lunas?
  • Penghasilan kamu naik 3 kali lipat di akhir tahun ini?
  • Investasimu mengalami kenaikan?

Bagaimana cara melatih pikiran kita?

 

3 Latihan Sederhana untuk Menjadi Magnet Rezeki

1️⃣ Bersyukur Setiap Pagi

Setiap pagi, sebelum melakukan apa pun, aku meluangkan 5 menit untuk memikirkan dan menulis 3-5 hal yang aku syukuri kemarin. Aku menggunakan aplikasi The Secret Super App.

 

2️⃣ Afirmasi Positif

Coba mulai ucapkan kalimat-kalimat positif tentang uang, misalnya:

  • Uang datang kepadaku dengan mudah dan melimpah.
  • Aku adalah magnet rezeki.
  • Aku kaya dan sukses.

Ucapkan dengan keyakinan, bukan sekadar kata-kata. Aku mengucapkan afirmasi positif dengan bantuan aplikasi The Secret Super App.

 

3️⃣ Visualisasi Kekayaan

Apakah kamu tahu, segala sesuatu yang ada di dunia diciptakan 2 kali.

Satu di pikiran kita dan satu lagi di dunia nyata.

Visualisasi Kekayaan - Segala Sesuatu yang Ada di Dunia Diciptakan 2 Kali

 

Coba perhatikan cara seorang arsitek atau kontraktor, ketika mereka akan membangun rumah. Mereka mulai membangun rumah dipikirannya, kemudian mereka gambarkan site plan dan akhirnya membangun sesuai gambar tersebut.

Sama juga dengan rezeki kita.

Setiap malam sebelum tidur, bayangkan kamu sudah mencapai tujuan keuanganmu, misal anak lulus kuliah 🎓, graduation, foto keluarga. Dari pikiran mulai kamu jalankan langkah-langkah kecil, misal mulai merencanakan dana pendidikan, investasi rutin dan membeli proteksi. 

Lakukan hal yang sama untuk tujuan keuangan lainnya.  

 

Tapi apakah semudah itu?

Tentu TIDAK, kamu perlu merubah cara berpikirmu dari yang FIXED MINDSET menjadi GROWTH MINDSET. Apakah kamu tahu perbedaan keduanya?

 

Magnet Rezeki 2: Fixed Mindset vs. Growth Mindset Uang

Di dunia ini ada dua jenis orang:

Orang pertama 👨🏻‍🦱 yang meyakini kemampuan, bakat dan kecerdasan seseorang dapat dikembangkan, tentunya dengan belajar dan berlatih. Orang pertama disebut dengan orang yang memiliki GROWTH MINDSET.

Orang kedua 🧔🏻‍♂️yang meyakini kemampuan, bakat dan kecerdasan seseorang tidak dapat dikembangkan, karena sudah bawaan lahir. Orang kedua disebut dengan orang yang memiliki FIXED MINDSET.

Kamu tipe orang pertama atau kedua? Yuk kita bahas lebih detail.

 

Fixed Mindset

Orang yang memiliki fixed mindset, adalah orang yang sulit untuk bisa menarik rezeki, karena dia yakin bahwa dirinya tidak bisa. Contoh:

“Saya terlahir miskin”

Padahal tidak ada orang yang bisa mengatur lahir di keluarga mana.

 

Bagaimana ciri-ciri orang yang memiliki fixed mindset terkait uang?

1️⃣ Orangnya lebih menerima keadaan (pasrah), meskipun belum berusaha.

Contoh: “Saya tidak berbakat untuk berinvestasi”

Padahal kita bisa belajar investasi melalui Online Course, Seminar dsb.

 

2️⃣ Orangnya berpikir sebagai “korban” atau “playing victim

Contoh: “Generasi perintis mana bisa jadi kaya?”

Padahal ada (dan banyak) orang yang merintis usahanya dari nol dan sekarang bisa menjadi kaya.  

Saya terinspirasi dari Ibu Nurhayati Subakat yang mendirikan perusahaan PT Paragon Technology and Innovation, brand kosmetik Wardah. Coba deh dengarkan podcastnya:

 

Contoh berikutnya: “Gaji saya ya segini aja, enggak mungkin naik lagi.”

Padahal perusahaan memiliki jenjang karir (career path) atau kamu bisa networking untuk mencari peluang baru.

 

3️⃣ Orangnya cepat putus asa, merasa sudah coba, gagal dan artinya tidak bisa.

Contoh: “Saya sudah coba investasi, tapi emang nasibnya begini, investasi rugi mulu, nasib enggak bisa kaya.

Saya pribadi ketika mencoba hal-hal baru selalu meluangkan waktu untuk mempelajari, mempraktekkan dan bertanya.

 

Contoh berikutnya: Pada saat mulai berinvestasi saham, saya banyak mempelajari buku tentang investasi saham, ikut kelas saham dan ngobrol-ngobrol dengan orang yang saya anggap sudah sukses terlebih dahulu. 

Belajar Investasi Saham bersama Ko Rivan Kurniawan Value Investing (Final)

Sampai saat ini pun, saya masih ngobrol dengan Ko Rivan Kurniawan mengenai investasi saham dan alokasi investasinya. Apakah saya pernah rugi di investasi saham? Ya pernah lah, terus saya pelajari apa yang salah dari prosesnya.

 

4️⃣Orang yang fixed mindset, biasanya menghindari tantangan karena takut gagal dan mempermalukan diri.

Contoh: “Saya tidak mau investasi saham, karena saham itu bisa rugi.”

Betul, investasi saham bisa mengalami kerugian (modal berkurang atau tidak mendapatkan bagi hasil dividen). Namun kita bisa mengurangi risikonya dengan cara memilih saham perusahaan yang keuangannya sehat, memiliki pertumbuhan ke depan dan sekarang harganya masih murah.

 

5️⃣ Melihat kesuksesan orang lain sebagai ancaman, bukan inspirasi.

Contoh: “Rekan saya baru promosi jabatan karena jago jilat atasan. Padahal kerjanya lebih bagus saya.”

Bisa jadi kerjaan kamu memang lebih bagus, lebih cepat atau lebih rapi. Pertanyaan bagaimana atasanmu tahu, kalau kamu tidak pernah menceritakan? Bagaimana atasanmu kenal kamu, kalau kamu tidak membangun relasi yang baik?

 

Tentu saja orang-orang yang fixed mindset, keuangannya mentok atau stagnan. Berbeda 1800 dengan orang yang memiliki Growth Mindset.

 

Growth Mindset

Orang yang memiliki growth mindset, adalah orang yang lebih mudah menarik rezeki, karena dia yakin bahwa dirinya bisa bertumbuh dan berkembang.

Selain itu orang yang memiliki Growth Mindset, juga mampu merespons keadaan dengan lebih positif. Artinya mereka merespons keadaan dengan hal-hal yang dapat mereka usahakan (istilahnya stoic).

 

Salah satu quote yang saya suka dari Bill Gates:

“If you are born poor, it’s not your mistake, but if you die poor, it’s your mistake.”

 

Saya yakin kamu sudah pernah mendengar quote tersebut. Bill Gates meyakini kita tidak bisa memilih terlahir di keluarga kaya atau miskin. Tetapi selama kita hidup, kita bisa mengusahakan untuk kaya.

Kita bisa belajar, berlatih, mengembangkan jaringan, membangun persepsi (personal branding), supaya pekerjaan lancar, bisa investasi, membangun aset dan pada akhirnya bisa menjadi kaya. Itulah yang namanya Growth Mindset.

Saya yakin tidak semua orang terlahir dengan growth mindset, misal karena pola asuh dari orang tua. Lalu bagaimana cara menumbuhkan growth mindset?

 

1️⃣ Kenali Voice Inner Critic, kamu perlu mulai menyadari saat pikiran “Fixed Mindset” muncul, contoh:

  • “Aku tidak bisa…”
  • “Aku bukan …, jadi aku tidak bisa…”
  • “Pantes aja dia …, aku bukan …”

 

Sadari saat pikiran fixed mindset muncul. Misal saya tidak bisa investasi

Langkah berikutnya: klarifikasi pemikiran kamu.

  • apakah aku pernah belajar investasi sebelumnya?
  • apakah aku bisa mempelajari investasi?
  • dimana tempat belajar investasi?
  • siapa yang bisa mengajarkan investasi?

 

2️⃣ Fokus pada Proses, bukan hanya hasil. Hargai setiap usaha dan pembelajaran, bahkan jika hasilnya belum sempurna.

Dahulu saya orang yang tidak sabar menjalani proses. Saya selalu ingin melihat hasil atau pertumbuhan cepat. Berkali-kali mencoba dan berkali-kali gagal. Entah semangat pantang menyerah atau dasar keras kepala (bahasa Jawa: “ndableg”).

Sampai suatu ketika saya membaca quotes dari Warren Buffett:

“No matter how great the talent or efforts, some things just take time. You can’t produce a baby in one month by getting nine women pregnant.”

 

Terlebih setelah saya membaca buku Atomic Habit, saya benar-benar menyadari satu penting adalah: “Hari ini lebih baik 1% dari kemarin.”

 

 3️⃣Pelajari Hal Baru, dengan ambil kursus online, baca buku, ikuti workshop tentang keuangan atau keterampilan baru.

Saya sering bercerita satu hal ini di kantor:

Kapan orang Indonesia terakhir belajar / baca buku? Mayoritas orang Indonesia berhenti membaca buku ketika lulus kuliah (saat wisuda).

Tahun 2013 waktu saya lulus kuliah, saya wisuda S2 di SBM ITB Bandung. Saya menyelesaikan kuliah bisnis dengan major corporate finance. Pada saat itu saya menggunakan handphone Black Berry Bold dan Xiaomi MI 2.

Sekarang ini sudah tahun 2025 handphone saya sudah iPhone 12 Pro dan Xiaomi 12. Teknologinya sudah jauh-jauh lebih tinggi dari handphone yang saya gunakan pada saat wisuda.

Coba pikirkan, jika kita sebagai pengguna tidak upgrade diri. Handphone nya sudah upgrade jauh, tapi penggunanya masih sama?

 

Saya dulu di kampus tidak belajar AI (artificial intelligence).

Sekarang mau tidak mau saya perlu mempelajari AI untuk meningkatkan produktivitas saya.

 

Menurut riset yang dilakukan website Inc.com rata-rata CEO membaca 4-5 buku dalam sebulan.

Sejak tahun 2022 saya mulai kebiasaan membaca e-book di smartphone.  Saya berusaha membaca 48-52 buku dalam setahun. Berapa banyak buku yang kamu baca setiap tahunnya?

 

4️⃣ Ubah “Gagal” menjadi “Belum Berhasil

Orang yang growth mindset, melihat kegagalan sebagai:

  • saya sudah mencoba
  • feedback untuk perbaikan
  • saya menemukan hal lain

Sama seperti cerita Thomas Edison yang berhasil menemukan lampu setelah percobaan ke 10.000.

“I have not failed 10,000 times. I’ve successfully found 10,000 ways that will not work.”

Termasuk cerita Kolonel Sanders (pendiri KFC) yang ditolak investor sebanyak 1.009 kali. Tentu saja menghadapi kegagalan dan penolakan bukanlah hal yang mudah. Kita perlu memiliki tingkat resilience yang tinggi.

 

5️⃣ Cari Mentor, belajar dari orang yang sudah lebih dulu sukses.

Saya suka dengan konsep seorang politikus bernama Bambang Pacul (nama asli: Bambang Wuryanto). Beliau menggunakan konsep Cari Galahmu untuk Melenting.

 

Jadi dengan mengubah Fixed Mindset menjadi Growth Mindset, maka kamu akan melihat potensi tanpa batas dalam dirimu.

Kamu sudah paham dengan bertumbuh, tapi percuma kalau kamu selalu merasa kekurangan. Sekarang kita bahas Scarcity Mindset dan Abundance Mindset.

 

Magnet Rezeki 3: Scarcity Mindset vs. Abundance Mindset

Apakah kamu pernah melihat orang kaya yang selalu merasa kurang dan tidak bersyukur? Tetapi sebaliknya ada orang biasa-biasa saja, merasa bersyukur dan bisa membantu sesama. Apa yang membedakan? MINDSET.

Orang yang merasa berkecukupan, rezeki sudah tersedia dan bisa bersyukur adalah orang yang memiliki mindset berlimpah (Abundance Mindset). Sebaliknya orang yang selalu berkekurangan, artinya memiliki mindset serba terbatas (Scarcity Mindset).

Berikut ini perbedaan antara Abundance Mindset dan Scarcity Mindset:

Scarcity Mindset / Kekurangan Abundance Mindset / Berlimpah
Selalu merasa kurang,
“Tidak akan cukup untuk semua.”
Selalu ada cukup untuk semua,
“Masih banyak rezeki yang datang.”
Pelit berbagi ilmu, relasi dan empati. Mudah berbagi ilmu, relasi & empati.
Cenderung curiga dan sulit percaya. Mudah membangun kepercayaan
dan hubungan.
Kompetitor dianggap ancaman.
Ingin “kue”-nya makin kecil agar keuntungan makin besar.
Kompetitor dianggap peluang belajar.
Fokus memperbesar “kue” bersama.
Bertanya: “Gimana caranya bertahan
dengan lebih sedikit?”
Bertanya: “Bagaimana saya bisa
memberi lebih
dari yang diharapkan?”
Pesimis soal masa depan.
Penuh ketakutan masa depan sulit.
Optimis. Percaya masa depan
penuh potensi dan bisa diusahakan.
Berpikir sempit, hindari risiko. Berpikir besar, berani ambil risiko.
Merasa dunia tidak adil dan takut gagal. Bersyukur, percaya diri dan yakin ada jalan.

Sumber: Michael Hyatt. 2018. Your Best Year Ever

 

Apakah kamu termasuk orang yang Abundance Mindset atau Scarcity Mindset?

Coba jawab beberapa pertanyaan refleksi berikut ini:

  1. Apakah saya sering iri ketika orang lain sukses?
  2. Apakah saya takut gagal sehingga tidak berani mencoba?
  3. Apakah saya merasa harus mengalahkan orang lain agar berhasil?
  4. Apakah saya takut membagikan pengetahuan saya karena takut disaingi?
  5. Apakah saya senang melihat orang lain kesulitan? Dan sebaliknya?

Jika jawaban kamu banyak “iya”, maka kamu sedang terjebak di pola pikir kekurangan (scarcity mindset).

 

Bagaimana gambaran abundance mindset dalam konteks Rezeki atau Keuangan?

Abundance Mindset, Abundance Mentality, Mindset Berlimpah

 

Coba bayangkan ada seorang anak sedang bermain di pantai.

Pantainya sangat luas membentang dari barat ke timur.

Anak tersebut membawa ember bewarna merah.

Anak itu mulai bermain air, ambil air di pantai dan menyiramkan ke pasir.

            Ember pertama byuurrr…

            Ember kedua byurrr…

            Ember ketiga byurrr…

            dan seterusnya.

Kira-kira ember ke berapa, air pantai menjadi habis? Jawabannya TIDAK MUNGKIN, karena jumlah airnya banyak sekali.

Begitu juga dengan Rezekimu. Rezekimu itu seperti air di pantai, yang jumlahnya berlimpah. Tugas kita sebagai seperti anak kecil yang menjalani dengan happy dan meyakini airnya tidak akan habis.      

 

Bagaimana melatih atau mengembangkan Abundance Mindset?

  1. Coba tuliskan 3 hal yang kamu syukuri setiap hari. Orang yang dapat bersyukur, berarti menyadari rezeki yang didapat.
  2. Ucapkan afirmasi kelimpahan: “Saya percaya rezeki saya cukup dan terus bertambah.”
  3. Berbagi secara sadar, mulai dari hal kecil dan konsisten.
  4. Alih-alih kompetisi, fokus berkolaborasi.
  5. Ubah pertanyaan dalam otak kamu: dari “Kenapa rezeki saya seret?” menjadi “Apa yang bisa saya berikan hari ini?”

 

Mindset berlimpah, tentunya akan berdampak ke banyak aspek kehidupan. Contoh:

  • Dalam bisnis: Orang dengan abundance mindset akan lebih mudah berkolaborasi, membangun tim dan bertumbuh bersama.
  • Dalam keuangan: Mereka berani investasi, belajar, dan berbagi.
  • Dalam keluarga: Mereka lebih banyak memberi dan mendengar.

 

Semoga kamu mulai membangun abundance mindset dan semoga rezeki ngalir. Selanjutnya kita bahas hubungan pikiran dan uang yang salah 🥲

 

False Belief: Hubungan Pikiran dan Uang yang Salah

Berbicara mengenai mindset ternyata ada banyak mitos yang salah (false belief). Pemikiran-pemikiran false belief sangat menghambat rezeki. Apa saja contohnya?

 

Orang Kaya Itu Jahat?

Seseorang yang meyakini orang kaya itu jahat, PASTI SULIT KAYA.

Kenapa? Karena hubungan pikiran dan uang tidak sinkron. Misal:

Kamu meyakini pejabat yang korupsi uang rakyat itu jahat.

Apakah kamu mau korupsi?

 

Disadari atau tidak, mulai dari kecil kita sering mendengar, melihat atau mengalami orang kaya yang sombong, merendahkan orang lain, seenaknya sendiri, berbuat curang atau kejahatan lainnya. Cerita orang kaya yang jahat, bisa berasal dari film yang kita tonton, cerita yang kita baca atau pengalaman (trauma masa kecil).

Faktanya ada banyak orang kaya yang membagikan kekayaanya (filantropi). Mereka membagikan kekayaanya untuk hal-hal di bidang pendidikan, kesehatan, pelestarian lingkungan dan lain sebagainya.

Kamu bisa cek beberapa website berikut ini, yang menggambarkan kegiatan orang-orang kaya yang berbagi:

Seandainya kamu kaya, apakah kamu akan menjadi orang kaya yang jahat atau orang kaya yang berbagi (menjadi filantropi)? Kira-kira apa sektor yang ingin kamu bantu?

 

Jebakan Mental “Kita Tidak Mampu/Berhak”

Hati-hati dengan pemikiran yang menyabotase diri, seperti:

  • Kamu sadar diri, kita orang miskin.
  • Kita tidak berhak jadi orang kaya, karena tidak ada modal usaha.
  • Kita ga bisa beli, karena barangnya kemahalan.
  • Kita sulit kaya, karena bukan generasi penerus.
  • Kita generasi sandwich, yang hidupnya serba kekurangan.

Jika kamu MELABELI DIRI dengan hal-hal tersebut, kamu akan merasa LELAH dengan KEADAAN. Ujung-ujungnya kamu tidak akan kemana-mana, karena kamu fokus pada masalah.

Contoh: Generasi sandwich memang masalah serius, karena seorang anak harus membiayai kedua orang tuanya, istri serta anaknya (terkadang adik-adiknya juga). Faktanya itu adalah kondisi yang berat.

Tetapi bagaimana kamu merespons? Apakah kamu merasa menjadi korban dan merenungi nasib. Atau kamu mencari jalan keluar. Ubah jadi sebuah pertanyaan, misal: “bagaimana caranya saya tetap berbakti pada orang tua dan bisa keluar dari jebakan generasi sandwich?”

Finansialku punya online course yang membahas, cara keluar dari generasi sandwich. Jadi kamu para generasi sandwich, sekarang ini sudah ada jalan keluarnya. Saya yakin online coursenya berguna buat kamu.

💡 Selalu ingat, kamu berharga. Kamu berhak dan bisa mewujudkan cita-citamu. Jangan biarkan pikiranmu mensabotase dirimu.

 

Masalah Lainnya

Masih banyak sekali sabotase diri yang sebenarnya belum tentu benar. Contoh:

  1. Uang adalah akar segala kejahatan.
  2. Teman atau keluarga akan minta uang, jika saya kaya.
  3. Kalau saya kaya, saya akan kehilangan teman atau keluarga.
  4. Saya harus bekerja keras terus-menerus demi uang.
  5. Orang baik itu harus sederhana dan tidak bicara soal uang.
  6. Kalau saya cukup bersyukur, saya tidak perlu mengejar lebih.
  7. Kalau saya ingin uang lebih banyak, berarti saya serakah.
  8. Ngapain kaya, toh nanti mati juga gak dibawa.

Coba renungkan kalimat-kalimat di atas.

Bagaimana pemikiran yang tepat? Silakan tulis pendapat kamu di kolom komentar 💭.

Selain sabotase diri, ada juga istilah-istilah kekinian yang NGAWUR. Misal YOLO, FOMO, FOBO dan FOPO. Apa itu?

 

Waspada! YOLO, FOMO, FOBO, & FOPO di Keuangan

Setelah pandemi COVID-19 (tahun 2020), saya mulai terbiasa dengan istilah-istilah YOLO, FOMO, FOBO dan FOPO. Menurut saya keempatnya adalah masalah mindset keuangan yang cenderung sabotase diri, mengacaukan keuangan dan bikin stress.

Mengapa begitu? Yuk kita bahas…

 

YOLO (You Only Live Once)

Orang-orang yang hidup YOLO meyakini:

“Hidup hanya sekali, jadi nikmatin aja sekarang!”

Kalimat ini sering menjadi pembenaran untuk gaya hidup boros: staycation tiap bulan, coffee shop tiap hari, belanja flash sale tengah malam. Semua dilakukan tanpa memikirkan konsekuensi keuangan jangka panjang.

 

💡Padangan saya: Saya setuju dengan YOLO (You Only Live Once), tetapi tidak hanya hidup sekarang, tetapi juga masa yang akan datang. Jadi kita perlu membuat perencanaan keuangan dan anggaran.

Misal: seseorang memiliki penghasilan Rp 40 juta per bulan. Setelah membuat blue print rencana keuangan orang tersebut perlu berinvestasi Rp 18 juta per bulan untuk kebutuhan dana pendidikan dan pensiunnya.

Jadi orang tersebut tetap hidup YOLO, dengan membagi budget:

  • Kebutuhan masa depan Rp 18 juta
  • Kebutuhan masa kini Rp 22 juta.

Kebanyakan orang menjalani FOMO hanya melihat kebutuhan masa kini. Mereka lupa dengan kebutuhan jangka panjangnya, misal 15 tahun lagi anak masuk kuliah, 20 tahun lagi pensiun dsb.

 

FOMO (Fear of Missing Out)

Orang-orang yang hidup FOMO meyakini: Hobi ikut-ikutan atau belanja impulsive, karena takut ketinggalan tren. Misal:

  • Ketika lagi zaman pilates, Instagram feed isinya foto-foto pilates. Akhirnya kamu tidak mau ketinggalan untuk ikutan pilates. Begitu juga ketika zaman padel, kamu jadi ikut terpadel-padel.
  • Ketika lagi zaman trading saham, kamu ikutan saham. Begitu saham selesai, kamu ikut robot trading yang ujungnya terkena investasi bodong. Sekarang belum jera, masih ikut-ikutan trading crypto.

💡Padangan saya: saya merasa aneh dengan orang-orang yang sukanya ikut-ikutan dan/atau takut ketinggalan tren. Tidak semua yang lagi viral itu sesuai dengan kebutuhan atau tujuan investasimu.

Orang yang FOMO, seringkali tidak punya perencanaan atau pegangan dalam hidup. Hidupnya ibarat sampah plastik yang terapung-apung di laut. Ikut arus, tanpa ada kejelasan.

 

FOBO (Fear of Better Options)

Orang-orang yang hidup FOBO meyakini: “Nanti dulu deh, takutnya ada yang lebih bagus lagi.” Alhasil dalam 10 tahun, kamu tidak memulai apa pun.

💡Padangan saya: saya adalah orang yang selalu melakukan riset, analisis dan perbandingan sebelum berinvestasi atau membeli suatu produk. Tapi saya tetap ambil keputusan Ya atau Tidak, karena:

  1. Selalu aka nada produk yang lebih baru, lebih bagus dan lebih canggih. Saya beli produk atau investasi, karena sesuai dengan kebutuhan dan budget
  2. Saya menghitung risiko terburuk / kerugian maksimal, jika saya salah membeli atau menunda pembelian.
  3. Tidak mengambil keputusan apa pun (do nothing) adalah sebuah keputusan. Saya beberapa kali mengalami do nothing, memiliki risiko kehilangan momentum.
  4. Jika terjadi kesalahan, saya fokus pada progress (bukan perfect). Pelajari apa penyebab kesalahan, supaya tidak terulang di kemudian hari.
  5. Jika saya merasa tidak nyaman, belum tentu keputusan saya salah. Bisa jadi saya berada di zona pertumbuhan (growth zone).

Satu hal yang perlu kamu garis bawahi: Orang yang berhasil bukanlah orang yang tidak berani mengambil risiko. Orang yang berhasil adalah orang yang berani ambil risiko terukur.

 

FOPO (Fear of People’s Opinions)

Apakah hidupmu dipengaruhi dengan kata orang lain? Orang-orang yang hidup FOPO meyakini:

  • “Gak enak kalo dibilang …”
  • “Takut dibilang …”
  • “Nanti, apa kata orang?”

 

Sebelum kami menikah, saya pernah ngobrol sama istri, mengenai konsep pernikahan. Saya bilang ke istri, sebagus-bagusnya acara pernikahan yang kita susun, pasti akan ada feedback negative (alias omongan orang).

Pernikahan Melvin dan Nadia 14 September 2025 (Final)

 

Jadi kita buat acara pernikahan versi kita, ga perlu pusing dengan kata orang lain. Dan istri menyetujuinya.

Puji Tuhan konsep pernikahan kami, bisa diterima oleh keluarga dan teman-teman yang datang. Jadi kami mendengar sedikit feedback negative.

 

💡Padangan saya: menurut saya, setiap orang perlu memiliki definisi sukses atau gagal versi diri sendiri.

 

Saya kasih contoh: Saya dan Finansialku berkesempatan bekerja sama dengan Bosum (perusahaan Edutech terbesar dari China). Salah satu petingginya bilang orang di Indonesia kerjanya enak 9-5 (mulai jam 9 pagi dan pulang jam 5 sore).

Di China, mereka menjalankan 9-9-6. Kerja mulai dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam, seminggu 6 hari kerja. Buat kebanyakan orang China itulah yang namanya kerja keras. Kalau penasaran, kamu bisa tonton video dari Vice Indonesia.

Saya melihatnya: Bisa jadi orang China merasa 9-9-6 adalah versi terbaik. Buat saya, itu tidak enak. Kapan waktu untuk dirimu sendiri, keluarga dan yang lain. Buat saya hidup tidak hanya mengenai kerja dan kekayaan.

Tapi apakah 9-9-6 salah? Menurut saya tidak, tetapi tidak cocok untuk saya. Saya punya cara hidup yang berbeda dan lebih nyaman untuk saya.

 

Saran saya setiap orang perlu punya blueprint untuk hidup dan keuangannya.

  • Fokus pada blueprint yang sudah kamu punya.
  • Tidak perlu pusing dengan kata orang.
  • Kamu terhindar dari melihat rumput tetangga yang lebih hijau, karena kamu tahu apa yang kamu butuhkan, apa yang kamu kerjakan dan apa yang kamu dapatkan.

 

Lalu bagaimana cara mengubah mindset keuangan? Yuk kita bahas action plan yang dapat kamu lakukan untuk mengubah mindset keuangan menjadi lebih positif.

 

5 Langkah Nyata: Cara Mengubah Mindset Keuanganmu

Berikut ini langkah-langkahnya:

1️⃣ Self-reflection dan identifikasi mindset saat ini

Apakah kamu termasuk:

  • mengejar rezeki atau menarik rezeki?
  • fixed mindset atau growth mindset?
  • scarcity mindset atau abundance mindset?

2️⃣ Income dan Asset tracking

Banyak orang tidak tahu seberapa jauh perkembangannya, karena mereka tidak melakukan tracking perkembangannya. Saya sarankan buat income tracking dan asset tracking.

3️⃣ Praktik bersyukur dan afirmasi positif

Mulai dari hari ini kamu tulis 3-5 hal yang dapat kamu syukuri. Setiap hari mulai dengan membaca kata-kata afirmasi positif. Kamu bisa gunakan aplikasi The Secret Super App.

4️⃣ Edukasi finansial berkelanjutan

Mindset keuangan kamu bisa bertumbuh, jika kamu tahu lebih banyak mengenai keuangan dan investasi. Saran saya mulai belajar secara dari baca website, buku, Instagram, Youtube, ikut seminar atau juga ngobrol dengan perencana keuangan.

5️⃣ Membangun lingkungan dan networking yang mendukung

Mulai dari sekarang dan ke depan, pilih orang yang cocok berada di sekitarmu. Jaga jarak dengan orang-orang yang tidak membuat kamu bertumbuh, misal geng gosip atau geng mabuk.

 

Kesimpulan: Mindset yang Benar, Rezeki yang Mengalir

Saya selalu mengatakan penyebab utama orang sulit rezeki, karena mindsetnya salah (mengejar rezeki, fixed mindset dan scarcity mindset). Selain itu ada juga pemikiran-pemikiran yang salah (false belief).

Di artikel ini, saya sudah ceritakan apa saja perbedaannya dan 5 action plan mengubah mindset keuangan. Sisanya kembali ke kamu, apakah kamu mau menjalankan atau tidak.

Hidupmu adalah pilihanmu.  Tidak ada orang yang bisa memaksamu untuk berubah.

 

Referensi:

 

Referensi website:

  • Brian D. Evans. 27 Juni 2017. Most CEOs Read A Book A Week. This Is How You Can Too (According To This Renowned Brain Coach) Jim Kwik shares how to hack your brain, read faster and remember more. com.